Jumat, 28 Oktober 2011

peradaban masa-masa kuno

Peradaban sungai mekong

1. Lokasi
Daerah pegunungan Kwen Lun di Asia Tengah merupakan asal Sungai
Mekong atau Kamboja, mengalir melalui daerah Cina Selatan, menjadi
perbatasan Thailand dan Indo Cina dan membangun Tanjung Kamboja. Sungai
Mekong memberikan kesuburan tanah kepada daerah-daerah yang dilalui, seperti
Laos, Vietnam, dan Kamboja.
2. Pendukung
Manusia-manusia kuno juga berasal dari Asia Tengah. Melalui sungai atau
lembah mereka menyebar ke daerah pantai. Penyebaran mereka mungkin
disebabkan karena adanya wabah penyakit atau bencana alam. Dari fosil yang
ditemukan, dapat dinyatakan bahwa mereka terdiri atas beberapa jenis, seperti
Papua Melanesoid, Mongoloid dan Austroloid. Percampuran mereka melahirkan
bangsa Melayu yang berkulit sawo matang. Daerah Teluk Tonkin di Indo Cina
merupakan tanah air mereka yang kedua. Dari Indo Cina mereka menyebar ke
Kamboja, Muangthai yang kemudian menjadi bangsa Austro-Asia, dan sebagian
besar ke kepulauan yang kemudian menjadi bangsa Austronesia.
3. Kebudayaan
Pada lembah sungai Mekong terdapat dua pusat peradaban, yaitu Bacson-
Hoabinh dan Dongson. Bascon adalah daerah pegunungan dan Hoabinh adalah
dataran. Keduanya terletak tidak jauh dari Teluk Tonkin. Peradaban daerah ini
pada mulanya adalah Mesolitikum. Hasil budayanya yang terkenal ialah kapak
Sumatra dengan bangsa Papua Melanesoid sebagai pendukungnya. Kemudian
dari Teluk Tonkin berkembang kebudayaan Neolitikum dengan alat-alatnya
berupa kapak persegi dan kapak lonjong. Kapak persegi menyebar melalui
Muangthai, Semenanjung Melayu ke Indonesia Barat dengan pendukungnya
bangsa Melayu Austronesia. Sedangkan, kapak lonjong menyebar melalui
Taiwan, Filipina ke Indonesia Timur dengan Papua Melanesoid sebagai
pendukungnya. Penyebaran tersebut berlangsung sekitar 2000 SM.
Dongson merupakan asal kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena
itu, kebudayaan perunggu di Asia Tenggara disebut juga Kebudayaan Dongson.
Pendukung dan penyebar kebudayaan Dongson adalah bangsa Melayu Baru yang menyebar ke kepulauan Nusantara sekitar 500 SM. Beberapa jenis alat
dari perunggu adalah kapak corong yang merupakan kapak logam bertangkai.
Selain kebudayaan yang sifatnya material tersebut, juga telah dikenal
beberapa macam kebudayaan spiritual, antara lain :
a. Kepandaian Membuat Perahu
Perahu ini dipergunakan untuk perpindahan dari daratan Asia ke daerah
kepulauan (Austronesia). Salah satu ciri khas perahu buatan bangsa Melayu
adalah dipergunakannya cadik. Cadik terbuat dari kayu atau bambu dan
yang membuat perahu menjadi seimbang sehingga tidak mudah goyang.
b. Kepandaian Bercocok Tanam
Bercocok tanam meliputi berladang maupun bersawah. Hasilnya berupa
padi yang merupakan bahan makanan pokok, di samping palawija yang
merupakan tanaman selingan, seperti kacang, kedelai, dan jagung. Untuk
mengerjakan sawah, mereka menggunakan bajak yang ditarik oleh kerbau
atau sapi.
c. Pengetahuan Perbintangan atau Astronomi
Pengetahuan astronomi dipergunakan bangsa Melayu untuk pertanian
dan pelayaran. Gugusan bintang Waluku yang bentuknya seperti bajak dipergunakan
sebagai tanda untuk mengetahui datangnya musim bercocok
tanam; sedangkan gugusan Bintang Salib Selatan dipergunakan untuk
mengetahui arah dalam pelayaran.
d. Kepercayaan
Pemujaan roh nenek moyang (animisme) dan pemujaan terhadap
benda-benda yang mempunyai kekuatan gaib (dinamisme) adalah kepercayaan
yang mereka kenal. Dalam prakteknya kedua macam kepercayaan
itu menimbulkan kebudayaan wayang, pemujaan makam dan sebagainya.













Peradaban lembah sungai kuning
Peradaban Lembah Sungai Kuning adalah peradaban bangsa Cina yang muncul di lembah Sungai Kuning (Hwang Ho atau yang sekarang disebut Huang He).[1] Sungai Hwang Ho disebut sebagai Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang alirannya.[1] Sungai ini bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah dan bermuara di Teluk Tsii-Li, Laut Kuning[1]. Pada daerah lembah sungai yang subur inilah kebudayaan bangsa Cina berawal. [1] Dalam sejarah, daerah tersebut menyulitkan masyarakat Cina kuno untuk melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya pembekuan es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir serta air bah.[1] Berbagai kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina untuk berpikir dan mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di sepanjang sungai tersebut.[1]

Pertanian
Pada bagian hilir dari Sungai Kuning, terdapat dataran rendah Cina yang subur dan merupakan pusat kehidupan bangsa Cina.[2] Masyarakat Cina umumnya bercocok tanam gandum, padi, teh, jagung, dan kedelai.[2] Kegiatan pertanian Cina Kuno memang sudah dikenal sejak zaman Neolitikum (± 5000 SM) dan tanaman pangan utama yang ditanam adalah padi.[2] Pada zaman perunggu, prioritas pokok dalam pertanian rakyat Cina adalah padi, teh, kacang kedelai, dan rami.[2] Kegiatan pertanian mengalami kemajuan pesat dalam pemerintahan Dinasti Qin (221-206 SM).[2] Di masa itu, masyarakat Cina telah menerapkan sistem pertanian yang intensif dengan penggunaan pupuk, irigasi yang baik, dan perluasan lahan gandum.[2]
Filsafat

Pada masa pemerintahan Dinasti Chou, filsafat Cina berkembang dengan pesat karena lahirnya tiga ahli filsafat Cina, yaitu Lao Zi, Kong Fu Zi (Kong Hu Cu), dan Mengzi[3]. Lao Zi menuliskan ajarannya dalam buku berjudul Tao Te Ching[3]. Beliau menjunjung tinggi semangat keadilan dan kesejahteraan yang kekal dan abadi yang dinamakan Tao[3]. Ajaran Lao Zi disebut Taoisme dan mengajarkan manusia untuk menerima nasib[3]. Ajaran Kong Fu Zi juga berdasarkan pada Taoisme[3]. Menurut Kong Fu Zi, Tao adalah kekuatan yang mengatur alam semesta ini hingga tercapai keselarasan[3]. Penganut ajaran Taoisme meyakini bahwa bencana yang terjadi di muka bumi merupakan akibat dari ketidakpatuhan manusia pada aturan Tao[3]. Ajaran Kong Fu Zi yang mencakup bidang pemerintahan dan keluarga telah memberikan pengaruh yang begitu besar bagi masyarakat Cina karena memengaruhi cara berpikir dan sikap hidup sebagian besar bangsa Cina[3]. Menurut Kong Fu Zi, masyarakat terdiri dari keluarga dan dalam keluarga seorang bapak merupakan pusatnya[3]. Oleh karena itu raja harus memerintah dengan baik dan bijaksana serta rakyat harus hormat dan taat pada raja seperti hubungan bapak dan anak yang seharusnya[3]. Lain halnya dengan Kong Fu Zi, Meng Zi yang merupakan murid Kong Fu Zi mengajarkan pengetahuan kepada rakyat jelata dan menurut ajarannya, rakyatlah yang terpenting dalam suatu negara[3].
 Hasil kebudayaan

Tembok Besar Cina, salah satu hasil kebudayaan Sungai Kuning.
Masyarakat Cina kuno telah mengenal tulisan sejak 1500 SM yang ditulis pada kulit penyu atau bambu[4]. Pada awalnya huruf Cina yang dibuat sangat sederhana, yaitu satu lambang untuk satu pengertian. Pada masa pemerintahan Dinasti Han, seni sastra Cina kuno berkembang pesat seiring dengan ditemukannya kertas.[4] Ajaran Lao Zi, Kong Fu Zi, dan Meng Zi banyak dibukukan baik oleh filsuf itu sendiri maupun para pengikutnya.[3] Pada masa pemerintahan Dinasti Tang, hidup dua orang pujangga terkemuka yang banyak menulis puisi kuno, yaitu Li Tai Po dan Tu Fu.[4] Selain berupa sastra, kebudayaan Cina yang muncul dan berkembang di lembah Sungai Kuning adalah seni lukis, keramik, kuil, dan istana.[4] Perkembangan seni lukis terlihat dari banyaknya lukisan hasil karya tokoh ternama yang menghiasi istana dan kuil.[5] Lukisan yang dipajang umumnya berupa lukisan alam semesta, lukisan dewa-dewa, dan lukisan raja yang pernah memerintah.[5] Keramik Cina merupakan hasil kebudayaan rakyat yang bernilai sangat tinggi dan menjadi salah satu komoditi perdagangan saat itu.[4] Rakyar Cina menganggap bahwa kaisar atau raja merupakan penjelmaan dewa sehingga istana untuk sang raja dibangun dengan indah dan megah.[5] Hasil kebudayaan Cina yang sangat terkenal hingga saat ini adalah Tembok Besar Cina yang dibangun pada masa Dinasti Qin untuk menangkal serangan dari musuh di bagian utara Cina.[6] Kaisar Qin Shi Huang menghubungkan dinding-dinding pertahanan yang telah dibangun tersebut menjadi tembok raksasa dengan sepanjang 7000 km.[6]
Kepercayaan
Sebelum ajaran Kong Fu Zi dan Meng Zi, bangsa Cina menganut kepercayaan kepada dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan alam.[4] Dewa-dewa yang menerima pemujaan tertinggi dari mereka adalah Feng-Pa (dewa angin), Lei-Shih (dewan angin taufan yang digambarkan sebagai naga besar), T'sai-Shan (dewa penguasa bukit suci), dan Ho-Po.[4] Menurut kepercayaan Cina kuno, dunia digambarkan sebagai sebuah segi empat yang di bagian atasnya ditutupi oleh 9 lapisan langit.[4] Di tengah-tengah dunia itulah terletak daerah yang didiami bangsa Cina yang disebut T'ien-hsia. Daerah di luar T'ien-hsia dianggap sebagai daerah kosong tempat tinggal para hantu dan Dewi Pa (penguasa musim semi).[4]
 Pemerintahan
 Kaisar Qin Shi Huang dari Dinasti Qin.
 Kaisar Han Wudi dari Dinasti Han.
Dalam kehidupan kenegaraan Cina kuno, ada dua macam sistem pemerintahan yang dianut yaitu feodal dan unitaris.[7] Dalam sistem pemerintahan feodal, kaisar tidak menangani langsung urusan kenegaraan karena kedudukan kaisar bersifat sakral.[7] Kaisar dianggap sebagai utusan atau anak dewa langit sehingga tidak pantas mengurusi politik praktis.[7]. Sedangkan pada sistem pemerintahan unitaris, kaisar berkuasa mutlak dalam pemerintahan sehingga kaisar berhak campur tangan dalam semua politik praktis.[7] Sejarah mencatat terdapat banyak dinasti yang membangun Cina menjadi bangsa besar, di anataranya adalah Dinasti Shang, Dinasti Chou, Dinasti Qin, Dinasti Han, dan Dinasti Tang.[7] Dinasti Shang (Hsia) merupakan dinasti tertua di Cina walaupun tidak banyak peninggalan tertulis mengenai dinasti ini.[7] Berdasarkan cerita rakyat Cina kuno, pada masa ini telah berkembang sistem kepercayaan terhadap Dewa Shang-Ti.[7] Dinasti Chou adalah dinasti ketiga di Cina dan pada masa ini diterapkan prinsip feodalisme dengan pembagian kekuasaan pemerintahan[8] Pemerintah pusat yang dipimpin kaisar dibagi menjadi daerah-daerah pemerintahan yang dipimpin oleh raja bawahan[8] Pada masa pemerintahan Dinasti Qin, sistem tersebut berubah karena Raja Cheng yang bergelar Qin Shi Huang membentuk Cina menjadi negara kesatuan yang hanya diperintah oleh satu orang pemimpin.[8] Dalam pemerintahan Qin Shi Huang, dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan Cina berkembang.[8] Sayangnya saat beliau meninggal terjadi kekacauan karena perebutan kekuasan yang pada akhirnya berhasil diatasi oleh Liu-Pa.[5] Liu-Pa mendirikan Dinasti Han yang mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Han Wudi.[5] Salah satu dinasti yang terpenting dalam sejarah Cina adalah Dinasti Tang karena Cina berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, mencapai kejayaan dengan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahterah, serta berkembangan kesenian dan kebudayaan Cina kuno.[5].
Ilmu pengetahuan dan teknologi
Masyarakat Cina kuno memiliki banyak ahli astronomi (ilmu perbintangan) yang dapat membantu masyarakat dalam pembuatan sistem penanggalan[4]. Berkembangan ilmu astronomi merupakan dasar dari berbagai aktivitas kehidupan bangsa Cina karena sistem pertanian, pelayaran, dan usaha lainnya memerlukan informasi tentang pergantian dan perputaran musim.[4] Perkembangan teknologi masyarakat Cina kuno terlihat dari pembuatan barang-barang perdagangan seperti barang tambang dan hasil olahannya berupa perabot rumah tangga, senjata, perhiasan, dan alat pertanian.[4] Cina kaya akan barang tambang seperti batu bara, besi, timah, emas, wolfram, dan tembaga.[4]











Peradaban Lembah sungai Indus

  1. Pusat Peradaban
Peradaban Lembah Sungai Indus diketahui melalui penemuan-penemuan arkeologi-di Kota Harappa dan Mohenjodaro. Kota Mohenjodaro diperkirakan sebagai ibukota daerah Lembah Sungai Indus bagian selatan dan Kota Harappa sebagai ibukota Lembah Sungai Indus bagian utara. Mohenjodaro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa India pada masa lampau.
  1. Tata Kota
Di Kota Mohenjodaro dan terdapat gedung-gedung dan rumah tinggal serta pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kukuh. Gedung-gedung dan rumah tinggal dan pertokoan itu sudah terbuat dari batu bata lumpur.
Wilayah kota dibagi atas beberapa bagian atau blok yang dilengkapi jalan yang ada aliran airnya.
  1. Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah Sungai Indus sampai jauh ke daerah pedalaman.
Pembuatan saluran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa masyarakat Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi. Hasil-hasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh, dan lain-lain.
  1. Sanitasi (Kesehatan)
Masyarakat Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi (kesehatan) lingkungannya. Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah yang telah memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu rumah mereka sudah dilengkapi oleh jendela.
  1. Teknologi
Masyarakat Lembah Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, Kemampuan mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang ditemukan, seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai macam patung, perhiasan emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan lukisannya yang bermutu tinggi dan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah
  1. Pemerintahan
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Maurya antara lain sebagai berikut :
a. Candragupta Maurya
Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu kota di Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat iuas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
b. Ashoka
Ashoka memerintah.Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka merupakan cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan.
Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai rajanya.
  1. Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau memuja banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa kesuburan dan kemakmuran (Dewi Ibu).
Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti buaya dan gajah serta menyembah pohon seperti pohon pipal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.


Peradaban sungai gangga

1. Pusat Peradaban
Pusat peradaban Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna.
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Arya yang termasuk bangsa Indo-Jerman. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah Kaibar di Pegunungan Hirnalaya.
Bangsa Arya adalah bangsa peternak dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang subur, akhirnya mereka hidup menetap.
Selanjutnya, mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu.
2. Pemerintahan
Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan ~an sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta dan Kerajaan Harsha.
  1. Kerajaan Gupta
Pendiri Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta I dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih tetap dapat berkembang.
Masa kejayaan Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta (Cucu Candragupta 1). Pada masa pemerintahannya Lembah Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia ditetapkan sebagai ibukota kerajaan.
Pengganti Raja Samudragupta adalah Candragupta II, yang dikenal sebagai Wikramaditiya. Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat semakin makmur dan sejahtera.. Kesusastraan mengalami masa gemilang. Pujangga yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala". Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.
Dalam-perkembangannya Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II. India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad.
  1. Kerajaan Harsha
Setelah mengalami masa kegelapan, baru pada abad ke-7 M muncul Kerajaan Harsha dengan rajanya Harshawardana. Ibu kota Kerajaan Harsha adalah Kanay. Harshawardana merupakan seorang pujangga besar. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan pendidikan berkembang dan pesat. Salah satu pujangga yang terkenal pada masa kerajaan Harshawardana adalah pujangga Bana dengan karyanya berjudul "Harshacarita".
Raja Harsha pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Buddha. Di tepi Sungai Gangga banyak dibangun wihara dan stupa, serta dibangun tempattempat penginapan dan fasilitas kesehatan. Candi-candi yang rusak diperbaiki dan membangun candi-candi baru. Setelah masa pemerintahan Raja Harshawardana hingga abad ke-1 1 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang pernah berkuasa di Harsha.
  1. Kebudayaan Lembah Sungai Gangga
Di Lembah Sungai Gangga inilah kebudayaan Hindu berkembang, baik di wilayah India maupun di luar India. Masyarakat Hindu memuja banyak dewa (Politeisme). Dewa-dewa tersebut, antara lain, Dewa Bayu (Dewa Angin), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Agni (Dewa Api), dan lain sebagainya. Dalam agama Hindu dikenal dengan sistem kasta, yaitu pembagian kelas sosial berdasarkan warna dan kewajiban sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, sistem kasta inilah yang menyebabkan munculnya agama Buddha. Hal ini dipelopori oleh Sidharta Gautama.
Agama Buddha mulai menyebar ke masyarakat India setelah Sidharta Gautama mencapai tahap menjadi Sang Buddha. Agama Buddha terbagi menjadi dua aliran, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana. Peradaban Sungai Gangga meninggalkan beberapa bentuk kebudayaan yang tinggi seperti kesusastraan, seni pahat, dan seni patung. Peradaban dari lembah sungai ini kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Asia termasuk di Indonesia.














Peradaban sungai nil

Peradaban lembah sungai Nil di Mesir, Afrika, lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat tersebut.
Peradaban lembah sungai Nil dibangun oleh masyarakat mesir kuno. Peradaban lembah sungai Nil
Peradaban lembah sungai Nil di Mesir, Afrika, lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat tersebut.
Peradaban lembah sungai Nil dibangun oleh masyarakat mesir kuno

Kehidupan masyarakat Mesir kuno

Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi (pegunungan) Kilimanjaro di Afrika Timur. Sungai Nil mengalir dari arah selatan ke utara bermuara ke Laut Tengah. Ada empat negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir.
Setiap tahun sungai Nil selalu banjir . Luapan banjir itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50 kilometer. Di sekeliling lembah sungai adalah gurun. Batas timur adalah gurun Arabia di tepi Laut Merah. Batas selatan terdapat gurun Nubia di Sudan, batas barat adalah gurun Libya. Kemudian batas utara Mesir adalah Laut Tengah.
Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran.
Namun secara ilmiah, air tersebut berasal dari gletsyer yang mencair dari pegunungan Kilimanjaro sebagai hulu sungai Nil.
Peranan sungai Nil begitu penting bagi lahirnya kehidupan masyarakat di lembah sungai tersebut. Maka tepatlah jika Herodotus menyebutkan “Mesir adalah hadiah sungai Nil” (Egypt is the gift of the Nile)
Lembah sungai Nil yang subur mendorong masyarakat untuk bertani. Air sungai Nil dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun saluran air, terusan-terusan dan waduk. Air sungai dialirkan ke ladang-ladang milik penduduk dengan distribusi yang merata. Untuk keperluan irigasi dibuatlah organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan tanah atau golongan feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut dan jelai yaitu padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang serta untuk menjual hasil produksi rakyat Mesir, maka dijalinlah hubungan dagang dengan Funisia, Mesopotamia dan Yunani di kawasan Laut Tengah. Peranan sungai Nil adalah sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi sungai Nil.

Peradaban lembah sungai Nil

Peradaban lembah sungai Nil di Mesir, Afrika, lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat tersebut.
Peradaban lembah sungai Nil dibangun oleh masyarakat mesir kuno

Kehidupan masyarakat Mesir kuno

Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi (pegunungan) Kilimanjaro di Afrika Timur. Sungai Nil mengalir dari arah selatan ke utara bermuara ke Laut Tengah. Ada empat negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir.
Setiap tahun sungai Nil selalu banjir. Luapan banjir itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50 kilometer. Di sekeliling lembah sungai adalah gurun. Batas timur adalah gurun Arabia di tepi Laut Merah. Batas selatan terdapat gurun Nubia di Sudan, batas barat adalah gurun Libya. Kemudian batas utara Mesir adalah Laut Tengah.
Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran.
Namun secara ilmiah, air tersebut berasal dari gletsyer yang mencair dari pegunungan Kilimanjaro sebagai hulu sungai Nil.
Peranan sungai Nil begitu penting bagi lahirnya kehidupan masyarakat di lembah sungai tersebut. Maka tepatlah jika Herodotus menyebutkan “Mesir adalah hadiah sungai Nil” (Egypt is the gift of the Nile)
Lembah sungai Nil yang subur mendorong masyarakat untuk bertani. Air sungai Nil dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun saluran air, terusan-terusan dan waduk. Air sungai dialirkan ke ladang-ladang milik penduduk dengan distribusi yang merata. Untuk keperluan irigasi dibuatlah organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan tanah atau golongan feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut dan jelai yaitu padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang serta untuk menjual hasil produksi rakyat Mesir, maka dijalinlah hubungan dagang dengan Funisia, Mesopotamia dan Yunani di kawasan Laut Tengah. Peranan sungai Nil adalah sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi sungai Nil.

Sistem kekuasaan raja-raja Mesir kuno

Sejarah politik di Mesir berawal dari terbentuknya komunitas-komunitas di desa-desa sebagai kerajaan-kerajaan kecil dengan pemerintahan desa. Desa itu disebut nomen. Dari desa-desa kecil berkembanglah menjadi kota yang kemudian disatukan menjadi kerajaan Mesir Hilir dan Mesir Hulu. Proses tersebut berawal dari tahun 4000 SM namun pada tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan kedua kerajaan tersebut menjadi satu kerjaan Mesir yang besar.
Mesir merupakan sebuah kerajaan yang diperintah oleh raja yang bergelar Firaun. Ia berkuasa secara mutlak. Firaun dianggap dewa dan dipercaya sebagai putera Dewa Osiris. Seluruh kekuasaan berada ditangannya baik sipil, militer maupun agama.
Sebagai penguasa, Firaun mengklaim atas seluruh tanah kerajaan. Rakyat yang tinggal di wilayah kerajaan harus membayar pajak. Untuk keperluan tersebut Firaun memerintahkan untuk sensus penduduk, tanah dan binatang ternak. Ia membuat undang-undang dan karena itu menguasai pengadilan. Sebagai penguasa militer Firaun berperan sebagai panglima perang, sedangkan pada waktu damai ia memerintahkan tentaranya untuk membangun kanal-kanal dan jalan raya.
Untuk menjalankan pemerintahannya Firaun mengangkat para pejabat yang pada umumnya berasal dari golongan bangsawan. Ada pejabat gubernur yang memerintah propinsi, panglima ketentaraan, hakim di pengadilan dan pendeta untuk melaksanakan upacara keagamaan. Salah satu jabatan penting adalah Wazir atau Perdana Menteri yang umumnya dijabat oleh putra mahkota.
Sejak tahun 3400 SM sejarah Mesir diperintah oleh 30 dinasti yang berbeda yang terdiri dari tiga zaman yaitu Kerajaan Mesir Tua yang berpusat di Memphis, Kerajaan Tengah di Awaris dan Mesir Baru di Thebe.
Secara garis besar keadaan pemerintahan raja-raja Mesir adalah sebagai berikut.

Kerajaan Mesir Tua (2660 – 2180 SM)

Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu ia digelari Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Kerajaan Mesir Tua disebut zaman piramida karena pada masa inilah dibangun piramida-piramida terkenal misalnya piramida Sakarah dari Firaun Joser.
Piramida di Gizeh adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
Runtuhnya Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya terjadilah perpecahan antara Mesir Hilir dan Mesir Hulu.

Kerajaan Mesir Tengah (1640 – 1570 SM)

Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain membuka tanah pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syria dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.Pada waktu itu kerajaan Mesir Tengah sedang mengalami kehancuran yang sangat signifikan.

Kerajaan Mesir Baru (1570 - 1075 SM)

Patung Raja/Firaun Thutmosis III
Sesudah diduduki bangsa Hyksos, Mesir memasuki zaman kerajaan baru atau zaman imperium. Disebut zaman imperium karena para Firaun Mesir berhasil merebut wilayah/daerah di Asia barat termasuk Palestina, Funisia dan Syria.
Raja-raja yang memerintah zaman Mesir Baru antara lain:
  1. Ahmosis I. Ia berhasil mengusir bangsa Hyksos dari Mesir sehingga berkuasalah dinasti ke 18, ke 19 dan ke 20.
  2. Thutmosis I. Pada masa pemerintahannya Mesir berhasil menguasai Mesopotamia yang subur.
  3. Thutmosis III. Merupakan raja terbesar di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut ia digelari “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor.
  4. Imhotep IV. Kaisar ini dikenal seorang raja yang pertama kali memperkenalkan kepercayaan yang bersifat monotheis kepada rakyat Mesir kuno yaitu hanya menyembah dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Ia juga menyatakan sebagai manusia biasa dan bukan dewa.
  5. Ramses II. Ramses II dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abusimbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut Merah namun belum berhasil.

    Masa Ramses II diperkirakan sezaman dengan kehidupan nabi Musa.

    Setelah pemerintahan Ramses II kekuasaan di Mesir mengalami kemunduran. Mesir ditaklukkan Assyria pada tahun 670 SM dan pada tahun 525 SM Mesir menjadi bagian imperium Persia. Setelah Persia, Mesir dikuasai oleh Iskandar Zulkarnaen dan para penggantinya dari Yunani dengan dinasti terakhir Ptolemeus. Salah satu keturunan dinasti Ptolemeus adalah Ratu Cleopatra dan sejak tahun 27 SM Mesir menjadi wilayah Romawi.

Sistem kepercayaan bangsa Mesir kuno

Masyarakat Mesir mengenal pemujaan terhadap dewa-dewa. Ada dewa yang bersifat nasional yaitu Ra (Dewa Matahari), Amon (Dewa Bulan) kemudian menjadi Amon Ra.
Sebagai lambang pemujaan kepada Ra didirikan obelisk yaitu tiang batu yang ujungnya runcing. Obelisk juga dipakai sebagai tempat mencatat kejadian-kejadian. Untuk pemujaan terhadap dewa Amon Ra dibangunlah Kuil Karnak yang sangat indah pada masa Raja Thutmosis III.
Selain dewa nasional maka ada dewa-dewa lokal yang dipuja pada daerah-daerah tertentu seperti Dewa Osiris yaitu hakim alam baka, Dewi Isis yaitu dewi kecantikan isteri Osiris, Dewa Aris sebagai dewa kesuburan dan dewa Anubis yaitu dewa kematian.
Wujud kepercayaan yang berkembang di Mesir berdasarkan pemahaman sebagai berikut:
  1. Penyembahan terhadap dewa berangkat dari ide/gagasan bahwa manusia tidak berdaya dalam menaklukkan alam.
  2. Yang disembah adalah dewa/dewi yang menakutkan seperti dewa Anubis atau yang memberi sumber kehidupan.
Jadi dengan taat menyembah pada dewa masyarakat lembah sungai Nil mengharap jangan menjadi sasaran maut.
Kepercayaan yang kedua berkaitan dengan pengawetan jenazah yang disebut mummi. Dasarnya membuat mummi adalah bahwa manusia tidak dapat menghindari dari kehendak dewa maut. Manusia ingin tetap hidup abadi. Agar roh tetap hidup maka jasad sebagai lambang roh harus tetap utuh.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Tulisan

Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebu Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan Hieroglyph ditemukan di dinding piramida, tugu obelisk maupun daun papirus. Huruf Hieroglyph terdiri dari gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna. Tulisan Hieroglyph berkembang menjadi lebih sederhana kemudian dikenal dengan tulisan hieratik dan demotis. Tulisan hieratik atau tulisan suci dipergunakan oleh para pendeta. Demotis adalah tulisan rakyat yang dipergunakan untuk urusan keduniawian misalnya jual beli.
Huruf-huruf Mesir itu semula menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan pada waktu Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799 salah satu anggota pasukannya menemukan sebuah batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.
Batu itu kemudian dikenal dengan batu Rosetta memuat inskripsi dalam tiga bahasa. Pada tahun 1822 J.F. Champollion telah menemukan arti dari isi tulisan batu Rosetta dengan membandingkan tiga bentuk tulisan yang digunakan yaitu Hieroglyph, Demotik dan Yunani.
Dengan terbacanya isi batu Rosetta terbukalah tabir mengenai pengetahuan Mesir kuno (Egyptologi) yang Anda kenal sampai sekarang.
Selain di batu, tulisan Hieroglyph juga ditemukan di kertas yang terbuat dari batang Papirus.
Dokumen Papirus sudah digunakan sejak dinasti yang pertama. Cara membuat kertas dari gelagah papirus adalah dengan memotongnya. Kemudian kulitnya dikupas dan intinya diiris/disayat tipis-tipis.

Sistem kalender

Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus (peredaran) bulan selama 291/2 hari. Karena dianggap kurang tetap kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat. Penghitungan ini sama dengan kalender yang kita gunakan sekarang yang disebut Tahun Syamsiah (sistem Solar).
Penghitungan kalender Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh bangsa Romawi menjadi kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem lunar (peredaran bulan) menjadi tarik Hijriah.

Seni bangunan (arsitektur)

Piramida dan Spinx di Gizeh, Mesir
Dari peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki kemampuan yang menonjol di bidang matematika, geometri dan arsitektur.
Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan.
Piramida dibangun untuk tempat pemakaman Firaun. Arsitek terkenal pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya memiliki kamar bawah tanah, pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.
Tiang-tiang dan dindingnya dihiasi dengan hiasan yang indah. Di bagian dalam terdapat lorong-lorong, lubang angin dan ruang jenazah raja. Di depan piramida terdapat spinx yaitu patung singa berkepala manusia. Fungsi spinx adalah penjaga piramida.
Piramida terbesar adalah makam raja Cheops, yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh juga terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Sakarah terdapat piramida firaun Joser. Selain piramida apakah ada tempat pemakaman yang lain di Mesir? Berdasarkan penggalian di daerah El Badari ditemukan pemakaman yang disebut Hockerbestattung (Hocker artinya jongkok dan bestattung artinya pemakaman) karena orang yang meninggal dimasukkan dengan cara didudukkan menjongkok. Ada pula pemakaman yang disebut mastaba untuk golongan bangsawan.
Bangunan kedua adalah kuil yang berfungsi sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Kuil terbesar dan terindah adalah Kuil Karnak untuk pemujaan Dewa Amon Ra.
Kuil Karnak panjangnya ±433 m (1300 kaki), tiang-tiangnya setinggi 23,5 m dengan diameter ±6,6 m (20 kaki). Tembok, tiang dan pintu gerbang dipenuhi dengan lukisan dan tulisan yang menceritakan pemerintahan raja.



 








  Peradaban Mesopotamia


Mesopotamia kuno
Babylonlion.JPG
Eufrat Tigris
Kota / Kerajaan
Sumeria: Uruk Ur Eridu
Kish Lagash Nippur
Kerajaan Akkadia: Akkad
Babilonia Isin Susa
Asyur: Assur Niniwe
Dur-Sharrukin Nimrud
Babilonia Khaldea
Elam Amori
Hurrian Mitanni
Kassit Urartu
Kronologi
Raja-raja Sumeria
Daftar raja Asyur
Daftar raja Babilonia
Bahasa
Aram
Sumeria Akkadia
Elam Hurria
Mitologi
Enûma Elish
Gilgames Marduk                                                                      
Mesopotamia terletak di antara dua sungai besar, Eufrat dan Tigris. Daerah yang kini menjadi Republik Irak itu di zaman dahulu disebut Mesopotamia, yang dalam bahasa Yunani berarti "(daerah) di antara sungai-sungai". Nama Mesopotamia sudah digunakan oleh para penulis Yunani dan Latin kuno, seperti Polybius (abad 2 SM) dan Strabo (60 SM-20 M).
Menurut keyakinan Kristen dan Yahudi seperti dalam Perjanjian Lama, ada usaha menghubungkan keluarga Abraham (yang lalu disebut "Bapa Orang Beriman" dan diakui oleh tiga agama monoteistik dunia, Islam, Kristen, dan Yahudi ) dengan Mesopotamia. Dalam kitab Kejadian 11,31 dikatakan, pada suatu masa keluarga Abraham berpindah dari Ur- Kasdim ke Haran sebelum akhirnya berpindah ke Kanaan (Daerah Israel dan Palestina sekarang).
Lokasi Ur-Kasdim biasanya dirujuk pada Tell el-Muqayyar, situs bekas reruntuhan Kota Ur kuno dari periode Sumeria. Tapi, banyak ahli masih meragukan usulan ini. Sedangkan Haran terletak di bagian utara Mesopotamia, di tepi Sungai Eufrat.

Mesopotamia dalam Alkitab

Beberapa catatan lain bisa dikemukakan untuk menunjukkan hubungan antara Abraham dengan Mesopotamia. Dalam kitab Ulangan 26,3; Nabi Musa mengajak umat untuk berdoa kepada Tuhan saat mempersembahkan panen pertama dengan mengawalinya, Bapaku adalah seorang Aram, seorang pengembara.
Di tempat lain dikatakan bahwa Ishak, anak Abraham, diperintah Abraham untuk mencari istri dari daerah Aram-Mesopotamia (aram-naharayim) (Kejadian 24,2.10). Demikian juga dengan Yakub, cucu Abraham, dia disuruh pergi ke Padan-Aram untuk mendapatkan istri di sana (Kejadian 28,2). Dalam terjemahan Yunani Septuaginta, kedua nama terakhir ini disebut Mesopotamia.
Selain petunjuk yang secara eksplisit ada dalam Alkitab, masih bisa ditemukan informasi lain yang menunjukkan pengaruh Mesopotamia yang cukup kuat. Kini sudah lazim diterima bahwa kisah Penciptaan dan kisah Air Bah yang terkenal itu, yang dikisahkan pada bagian awal kitab Kejadian, sebenarnya kuat dipengaruhi sastra Mesopotamia. Biasanya ada tiga karya sastra Mesopotamia yang ditunjuk, yaitu Enuma Elish (dari abad 17 SM), Epic Gilgamesh (abad 20 SM), dan Athrahasis (abad 18-17 SM). Teks-teks itu cukup terkenal dan tersebar luas karena ditemukan dalam berbagai versi dan bahasa, seperti versi Akkadia, Sumeria, Hittit, dan Asyur.
Kemiripan antara sastra Mesopotamia dengan teks-teks Alkitab begitu mencolok sehingga seringkali disimpulkan bahwa ada ketergantungan antara keduanya. Karena teks-teks Mesopotamia berasal dari periode yang jauh lebih tua dari teks-teks Alkitab, maka tidak mengherankan jika bisa disimpulkan, teks Alkitab bergantung pada sastra Mesopotamia itu. Para penulis Israel tampaknya mengambil dan memanfaatkan teks-teks Mesopotamia itu untuk mengungkap keyakinan mereka, sekaligus menyesuaikannya dengan keyakinan itu, terutama di bidang monoteisme.
Salah satu kemungkinan datangnya pengaruh Mesopotamia dalam kitab Kejadian adalah bahwa kisah-kisah Mesopotamia dibawa ke Palestina lalu menyebar-saat terjadi perpindahan penduduk besar-besaran dari Mesopotamia yang disebabkan situasi yang agak kacau sekitar abad 19 SM. Kiranya ini juga yang menjadi konteks berpindahnya keluarga Abraham dari Ur ke Haran, lalu ke Kanaan.
Berbagai kebiasaan dan peraturan yang tercermin dalam kitab Kejadian ternyata juga menemukan banyak kesamaan dengan kebiasaan dan peraturan yang hidup di daerah Mesopotamia. Sebagai contoh, kekhawatiran Abraham karena dia tidak mendapat keturunan, karena itu harus mewariskan segala miliknya kepada abdinya yang setia, Eliezer (Kejadian 15,1-4), ternyata sejajar dengan praktik yang dilakukan masyarakat Nuzi yang mendiami sebelah timur Sungai Tigris. Hal ini bisa diketahui melalui analisis teks-teks hukum yang berlaku di Nuzi, yang berasal dari abad 15 SM.
Kisah tentang Abraham yang datang ke negeri asing lalu mengaku istrinya sebagai saudarinya (Kejadian 12,10-20) sering membingungkan orang. Tetapi, kini, dengan ditemukannya teks-teks yang berasal dari bangsa Hori di sebelah utara Mesopotamia, berdekatan dengan Haran, hal itu bisa dipahami dengan lebih baik.
Dalam masyarakat Hori, ikatan perkawinan yang paling kuat adalah jika seorang istri sekaligus mendapat status saudari secara hukum. Karena itu, sering terjadi, sesudah perkawinan diadakan upacara lain untuk mengadopsi sang istri menjadi saudari. Hal ini disahkan dengan dua dokumen. Pertama, dokumen tentang perkawinan. Kedua, berkait dengan pengangkatannya sebagai saudari.
Salah satu warisan peradaban Mesopotamia Kuno yang amat bernilai bagi umat manusia adalah kumpulan hukum yang biasa disebut Codex Hammurabi. Kumpulan hukum yang berbentuk balok batu hitam itu ditemukan di Susa tahun 1901 dalam suatu ekspedisi yang dilakukan arkeolog Perancis di bawah pimpinan M de Morgan. Pada bagian atas balok, yang kini ada di Museum Louvre, Paris, ada relief yang menggambarkan Raja Hammurabi dari Babilonia Kuno (1728-1686 SM) sedang menerima hukum dari Dewa Shamash, dewa Matahari yang juga menjadi dewa pelindung keadilan.
Perbandingan dengan kumpulan hukum yang ada dalam kitab Keluaran 21-23 menunjukkan adanya kesejajaran yang dekat. Adanya ketergantungan antara kedua kumpulan hukum itu tidak bisa ditentukan dengan pasti, tetapi pengaruh tidak langsung rasanya merupakan sesuatu yang amat masuk akal.
Codex Hammurabi, yang terdiri dari 282 pasal ditambah Prolog dan Epilog, tidak saja berpengaruh pada kumpulan hukum yang ada dalam Alkitab, tetapi juga pada sistem hukum pada periode selanjutnya. Yang menarik dan mungkin membuat kita (seharusnya) tertunduk malu adalah, kumpulan hukum itu juga mengingatkan kita bahwa sejak abad 18 SM, di Mesopotamia sudah ada seorang pemimpin besar yang sungguh-sungguh mempunyai kesadaran bahwa manusia harus diperlakukan secara adil sebagai manusia.

Sejarah Mesopotamia

Sejarah Mesopotamia diawali dengan tumbuhnya sebuah peradaban, yang diyakini sebagai pusat peradaban tertua di dunia, oleh bangsa Sumer(ia). Bangsa Sumeria membangun beberapa kota kuno yang terkenal, yaitu Ur, Ereck, Kish, dll. Kehadiran seorang tokoh imperialistik dari bangsa lain yg juga mendiami kawasan Mesopotamia, bangsa Akkadia, dipimpin Sargon Agung, ternya melakukan sebuah penaklukan politis, tapi bukan penaklukan kultural. Bahkan dalam berbagai hal budaya Sumer dan Akkad berakulturasi, sehingga era kepemimpinan ini sering disebut Jilid Sumer-Akkad. Campur tangan Sumer tidak dapat diremehkan begitu saja, pada saat Akkad terdesak oleh bangsa Gutti, bangsa Sumer-lah yg mendukung Akkad, sehingga mereka masih dapat berkuasa di "tanah antara dua sungai" itu.


 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar